[Repost] Hai semester 5, terimakasih sudah menyapaku!

              Kenapa gua menamakan judul postan ini "Hai semester 5, terimakasih sudah menyapaku!"? Hahaha jawabannya adalah simpel. Semester 5 sudah menyapa kehidupan  gua dengan segala kesedihannya, keceriaanya, kebahagiaannya, ketakutannya, dan kekhawatirannya intinya menyapa hari-hari gua dengan segala rasa yang dimiliki nya (ea). Kenapa Terimakasih? Hmmm karena gua yakin sekecil apapun hal yang dialami pada saat itu merupakan kenikmatan Allah (btw gue ngomong kaya gini dengan proses muhasabah dan berbulan-bulan menyegarkan hati loh:')). 
         Yakk!! Semester 5 nano-nano banget sih buat gua, dia menyapa gua dengan kesedihan yang sampai saat inipun tidak bisa gua ungkapkan kepada siapapun (mungkin gue hanya bisa mengungkapkan sebagian dari rasa sedih yang gua alami ke keluarga atau sahabat tertentu) tenang...tenang gue cerita ini bukan minta untuk didengerin ko:p terlebih buat diperhatiin, gua menulis ini untuk sharing aja bahwa proses itu adalah penting dan kejadian yang menimpa orang itu bisa aja membuat dirinya tidak sadar selama ini apa yang menjadi tujuannya (dalam kata lain jadi ngalor ngidul sama tujuan awalnya) HAHAHA. Cerita apasih? Ribet lu ni, kebanyakan narasi okey...okeyy... 
          Semester 5 menyapa gua dengan rasa sedih, takut, dan kehilangan yang amat mendalam di satu waktu, yaitu saat gua kehilangan Nenek gua tercinta (yang biasa gua panggil Emak).Gua ngerasa hidup gua ancur saat beliau gak ada, saat beliau pergi, dan saat gue melihat beliau gak bisa membuka matanya lagi (mungkin seseorang yang baca dari kalian akan berfikir "yaelah lu lebai, gua kehilangan orang tua", "yaelah gua kira apa","yaelah gua kira penting banget, toh cuman nenek","Ikhlas kali, gitu aja gak ikhlas","Udah lama kali meninggalnya, yaelah" tolong hentikan baca deh skrg HAHAHA) karena berarti kita gak seperasaan HAHAHAHA LOL :p. Beliau,  buat gua gausah ditanya lah ya... hidup ku hidupmu kalo diibaratkan lagu. Masa-masa sulit adalah ketika dari awal beliau meninggalkan gua dan keluarga besar untuk selama-lamanya (21 Mei 2016) sampai saat ini. Menjadi seorang mahasiswi di jurusan Psikologi, gua kira adalah kelebihan dibanding anak-anak lain karena kuliah dijurusan Psikologi bisa membuat gua mengerti artinya Ikhlas, menerima kejadian, dan lain-lainnya. Tapi ternyata gua salah, kuliah di jurusan Psikologi bukan berarti lu bisa menghadapi sendiri, lu tetep butuh orang lain, dan justru dengan kuliah di jurusan Psikologi membuat gua menyalahkan takdir Allah SWT. Gue berfikir kalau benar anak Nenek itu dewasanya akan telat, sehingga membuat sugesti pada diri gua bahwa gua gak bisa dewasa tanpa Almarhumah, berbulan-bulan fikiran gua dihantui rasa sedih dan kecewa sama Allah, berfikir "Kenapa Allah mengambil orang yang gua sangat cinta? Orang yang selalu ada disamping gua saat duka dan suka? Orang yang bersama gua selama 19tahun ? Orang yang mengajarkan gua artinya hormat? Mengajarkan gua tentang Agama? Mengajarkan gua bahwa hidup ini cuma buat singgah? Kenapa? Kenapa harus gua? Gua yang kehilangan dia?" Pokoknya gua menyalahkan Allah dengan semua yang terjadi atas kehidupan gua. Tidak perduli dengan apapun yang menjadi tujuan awal gua, gua gak perduli yang namanya tugas, gue sering begadang cuma buat nangis dan mikirin Emak gua, gua selalu menunda pekerjaan atau tugas rumah yang lain bahkan gua tidak mengerjakan tugas pribadi gua sendiri seperti teriska baju sendiri, nyuci sendiri yang biasanya gua kerjakan meskipun sedikit waktu yang ada buat mengerjakannya karena bagi gua percuma gue mengerjakan semua hal itu jika tidak ada Emak gua. Mungkin buat yang baca akan berfikir "Dih ko lu bisa sih bersikap kaya gitu? menyalahkan Allah kaya gitu? Iman lu dimana? Ko lu gapercaya sih sama Allah?" Okey okey gua juga pernah ada di posisi kalian saat membaca artikel atau postingan Blog yang isinya rada-rada miriplah ya sama kejadian yang gue alami. Gue pernah berfikir ke orang yang nulis blog itu "Gila lo ya? Allah tau yang terbaik buat lo! Lo malah menyalahkan Allah" tapi saat berada diposisi yang terbawah buat kita, atau disebut futur mungkin lu gak akan berfikir hal itu, sama seperti yang sudah gua lakukan, nyesel, nyesel banget menyalahkan Allah, tapi gua gak munafik juga kalau pada saat itu gue berasa ada di keadaan gua yang paling bawah.
Supaya gua gak terjerumus di fikiran gua yang menyalahkan orang lain, gua berusaha baca postingan-postingan akun instagram @tausiyahku @fiqihcinta_ @melodydalampuisi @fenny_mediany @teladan,rasul dan akun-akun instagram lain yang membuat gua gak menyalahkan apa yang sudah Allah kasih. Setiap malam gua begadang buat baca postan-posan yan tadi udah gua sebutkan (dari awal postan mereka), selain itu gua juga cerita ke murrobi gua yang selalu sabar mendampingi gua dikala gua futur dan sedang istiqamah dengan apa yang gua jalankan, namanya Ka Lilih. Gua ceritain sama dia apa yang sedang gua rasa, gua menangis sedalam-dalamnya tangisan, dan gua ngerasa lega banget cerita sama dia, gua dapet nasihat-nasihat, solusi-solusi, bukan cuma sama ka Lilih, gua juga cerita sama sahabat sepersurgaan gua kelak (aamiin) namanya Indri, cewe yang sedari semester satu ada disamping gua, bersama gua, dan berjalan berjejer dengan gua, udah gue anggap dia sebagai sodara sendiri, gua ceritain semua ke dia, tapi ada beberapa yang gueasembunyiin, seperti ketika gua sekelompok sama dia dan gua malas mengerjakan tugas karena ngerasa percuma mengerjakan dan gak mood gua bilang ke dia lagi sibuk (iya sih gua sibuk, sibuk buka instagram mencari sumber-sumber agar gua gak terlalu dalam saat terjatuh seperti ini, maafin gua indri:') lu pasti baca sekarang, maaf ya gua tidak mengerjakan tugas-tugas kita kemarin-kemariin karena gua ngerasa percuma mengerjakan, percuma selesai tetapi udah gaada ridha Emak gua. Padahal gua tau, kita sama-sama lagi berada dipuncak lelah, tetapi gua seegois itu :')) 

Anganku Anganmu ?

Tiada berbeda yang kurasakan
Tajam menusuk tak beralasan
Kita sudah dingin hati
Dulu kita pernah saling memahami
Segan merasa telah menyakiti
Kita terlalu perasa

Lirik yang cocok untuk saat ini. Ini jujurloh ya suka lagu raisa yang kedua kalinya, setelah Jatuh Hati. Liriknya ngepas sama situasi saat ini. Yap.. seperti yang tertulis dilirik. Semua jadi berbeda dari yang sebelumnya, karena kita saling bungkam? Karena kita saling menyimpulkan sendiri suatu tindakan? Sepertinya iya.
Selayaknya seseorang yang kecewa harus dihadapkan dengan seseorang yang telah membuat kecewa, duduk termenung dan saling menanyakan “Apa yang membuatmu kecewa?” namun setelah dipikirkan pertanyaan “Ada apa dengan kita?” lebih cocok ketika bertemu. Bukan kah masalah akan selesai bila disampaikan dan saling diketahui satu sama lain?
         Dulu kita saling memahami, segan merasa telah menyakiti. Yap bukan kah terlalu jahat kepada waktu dan kenangan bila menyimpulkan sesuatu tanpa pertanyaan? Akupun tak ingin munafik, diriku bisa salah, bahkan sering. Namun aku juga butuh penjelasan dari persepsi yang ku pikirkan.. aku yakin kau juga ingin mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi apakah dengan saling membisu kita bisa menemukan jawabannya?
            Kita terlalu perasa, mungkin karena kita terlalu perasa dan itu menjadikan kita terluka. Selayaknya manusia selalu berharap kepada Allah tanpa pengharapan pada manusia lain namun nyatanya aku berharap kau akan selalu memahami aku disituasi manapun, kapanpun, dan dengan siapapun tapi aku menyadari kau juga manusia dilingkupi rasa sedih, kecewa, dan juga bisa sakit . Untuk itu, solusiku adalah, berbicaralah padaku, aku bukan manusia hebat yang bisa menebak setiap kekecewaan yang kau rasakan padaku, menerka setiap sedihmu apa karena aku atau dia, bukan manusia yang selalu menyadari bahwa rasa sakit yang kau rasakan milik siapa, sekali lagi karena aku juga manusia. Terkadang aku bisa mengungkapkan apa yang ku rasakan, namun terkadang aku memilih diam jika hal itu membuat banyak perbedaan. Aku memilih menyimpan dan membiarkan luka-luka kecil, namun ada kalanya aku melepaskan luka itu ketika aku tak mampu menyimpannya. Salah ku? Salah mu? Bukan.
      Mungkin selama ini pikiran negatifmu tentangku, hanya angan dan ketakutanmu. Pikiran negatifku tentangmu, hanya angan dan ketakutanku. Untuk itu, agar tidak lagi menjadi angan dan ketakutan. Mari kita berbicara, bukan hanya menggunakan kata tapi dengan jiwa kita. Bukankah selama ini kita melewatkan berbagai macam masalah? Bahkan masalah besar sekalipun? Lalu mengapa kali ini kita kalah hanya karena ego masing-masing? Membiarkan pikiran yang belum tentu kebenarannya bersarang disana hingga membentuk sebuah kesimpulan yang bahkan merubah segalanya?
      Aku tak suka harus disangka-kan pada hal yang belum tentu ku niatkan, begitupun kamu, pasti juga tidak ingin disangka-kan untuk hal yang belum tentu kamu lakukan. Begitu bukan?
        Karena aku sudah menyadarinya, bukan berarti aku menang dan mengaggap kamu salah. Hanya saja kita perlu meluruskan semua yang ada dipikiran kita, yang mungkin saja hanya sebuah sangkaan kita. Aku sudah menurunkan sedikit egoku, jadi, silahkan turunkan egomu. Dengan begitu kita akan saling memahami kembali, melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan kembali segan untuk menyakiti.